Senin, 14 November 2011

LEADERSHIP SOEHARTO

        Soeharto adalah Presiden kedua Republik Indonesia. Beliau lahir di Kemusuk, Yogyakarta, tanggal 8 Juni 1921. Bapaknya bernama Kertosudiro seorang petani yang juga sebagai pembantu lurah dalam pengairan sawah desa, sedangkan ibunya bernama Sukirah. 


Soeharto masuk sekolah tatkala berusia delapan tahun, tetapi sering pindah. Semula disekolahkan di Sekolah Desa (SD) Puluhan, Godean. Lalu pindah ke SD Pedes, lantaran ibunya dan suaminya, Pak Pramono pindah rumah, ke Kemusuk Kidul. Namun, Pak Kertosudiro lantas memindahkannya ke Wuryantoro. Soeharto dititipkan di rumah adik perempuannya yang menikah dengan Prawirowihardjo, seorang mantri tani. 


Sampai akhirnya terpilih menjadi prajurit teladan di Sekolah Bintara, Gombong, Jawa Tengah pada tahun 1941. Beliau resmi menjadi anggota TNI pada 5 Oktober 1945. Pada tahun 1947, Soeharto menikah dengan Siti Hartinah seorang anak pegawai Mangkunegaran. 


Perkawinan Letkol Soeharto dan Siti Hartinah dilangsungkan tanggal 26 Desember 1947 di Solo. Waktu itu usia Soeharto 26 tahun dan Hartinah 24 tahun. Mereka dikaruniai enam putra dan putri; Siti Hardiyanti Hastuti, Sigit Harjojudanto, Bambang Trihatmodjo, Siti Hediati Herijadi, Hutomo Mandala Putra dan Siti Hutami Endang Adiningsih. 


Jenderal Besar H.M. Soeharto telah menapaki perjalanan panjang di dalam karir militer dan politiknya. Di kemiliteran, Pak Harto memulainya dari pangkat sersan tentara KNIL, kemudian komandan PETA, komandan resimen dengan pangkat Mayor dan komandan batalyon berpangkat Letnan Kolonel. 


Pada tahun 1949, dia berhasil memimpin pasukannya merebut kembali kota Yogyakarta dari tangan penjajah Belanda saat itu. Beliau juga pernah menjadi Pengawal Panglima Besar Sudirman. Selain itu juga pernah menjadi Panglima Mandala (pembebasan Irian Barat). 


Tanggal 1 Oktober 1965, meletus G-30-S/PKI. Soeharto mengambil alih pimpinan Angkatan Darat. Selain dikukuhkan sebagai Pangad, Jenderal Soeharto ditunjuk sebagai Pangkopkamtib oleh Presiden Soekarno. Bulan Maret 1966, Jenderal Soeharto menerima Surat Perintah 11 Maret dari Presiden Soekarno. Tugasnya, mengembalikan keamanan dan ketertiban serta mengamankan ajaran-ajaran Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno. 


Karena situasi politik yang memburuk setelah meletusnya G-30-S/PKI, Sidang Istimewa MPRS, Maret 1967, menunjuk Pak Harto sebagai Pejabat Presiden, dikukuhkan selaku Presiden RI Kedua, Maret 1968. Pak Harto memerintah lebih dari tiga dasa warsa lewat enam kali Pemilu, sampai ia mengundurkan diri, 21 Mei 1998. 


residen RI Kedua HM Soeharto wafat pada pukul 13.10 WIB Minggu, 27 Januari 2008. Jenderal Besar yang oleh MPR dianugerahi penghormatan sebagai Bapak Pembangunan Nasional, itu meninggal dalam usia 87 tahun setelah dirawat selama 24 hari (sejak 4 sampai 27 Januari 2008) di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP), Jakarta. 


Berita wafatnya Pak Harto pertama kali diinformasikan Kapolsek Kebayoran Baru, Kompol. Dicky Sonandi, di Jakarta, Minggu (27/1). Kemudian secara resmi Tim Dokter Kepresidenan menyampaikan siaran pers tentang wafatnya Pak Harto tepat pukul 13.10 WIB Minggu, 27 Januari 2008 di RSPP Jakarta akibat kegagalan multi organ. 


Kemudian sekira pukul 14.40, jenazah mantan Presiden Soeharto diberangkatkan dari RSPP menuju kediaman di Jalan Cendana nomor 8, Menteng, Jakarta. Ambulan yang mengusung jenazah Pak Harto diiringi sejumlah kendaraan keluarga dan kerabat serta pengawal. Sejumlah wartawan merangsek mendekat ketika iring-iringan kendaraan itu bergerak menuju Jalan Cendana, mengakibatkan seorang wartawati televisi tertabrak. 


Di sepanjang jalan Tanjung dan Jalan Cendana ribuan masyarakat menyambut kedatangan iringan kendaraan yang membawa jenazah Pak Harto. Isak tangis warga pecah begitu rangkaian kendaraan yang membawa jenazah mantan Presiden Soeharto memasuki Jalan Cendana, sekira pukul 14.55, Minggu (27/1). 


Seementara itu, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla dan sejumlah menteri yang tengah mengikuti rapat kabinet terbatas tentang ketahanan pangan, menyempatkan mengadakan jumpa pers selama 3 menit dan 28 detik di Kantor Presiden, Jakarta, Minggu (27/1). Presiden menyampaikan belasungkawa yang mendalam atas wafatnya mantan Presiden RI Kedua Haji Muhammad Soeharto. 
Awal kehidupan
Soeharto lahir pada 8 Juni 1921 selama era Hindia Belanda, di sebuah rumah berdinding bambu anyaman di dusun Kemusuk, sebuah bagian dari desa yang lebih besar Godean. Desa ini 15 kilometer (9 mil) barat Yogyakarta, pusat budaya Jawa. Lahir kepada orang tua etnis Jawa kelas petani, ia adalah anak tunggal dari perkawinan kedua ayahnya. Ayahnya, Kertosudiro mempunyai dua anak dari pernikahan sebelumnya, dan seorang pejabat irigasi desa. Ibunya Sukirah, seorang wanita setempat, jauh terkait dengan Sultan Hamengkubuwono V dengan selir pertamanya.
  Setelah menyelesaikan sekolah menengah pada usia 18 tahun, Soeharto mengambil pekerjaan administrasi di sebuah bank di Wurjantaro tetapi dipaksa untuk mengundurkan diri setelah kecelakaan sepeda merobek pakaian saja kerjanya. Setelah mantra pengangguran, ia bergabung dengan Kerajaan Hindia Belanda (KNIL) pada tahun 1940, dan belajar di sekolah militer Belanda-lari di Gombong dekat Yogyakarta. Dengan Belanda di bawah pendudukan Jerman dan Jepang mendesak untuk akses ke pasokan minyak Indonesia, Belanda telah membuka KNIL untuk konsumsi besar yang sebelumnya tidak Jawa. Setelah lulus, Soeharto ditugaskan ke Batalyon XIII di Rampal. Pelayanan-Nya ada biasa-biasa saja, meskipun ia terjangkit malaria yang harus dirawat inap saat tugas jaga, dan kemudian mendapat promosi ke sersan.

Seorang tentara yang professional

Tak lama kemudian Soeharto sukarela untuk pelayanan di sebuah organisasi polisi Jepang di Jogjakarta. Dia kemudian bergabung dengan PETA, para relawan Jepang yang disponsori Tentara Pembela Tanah Air, dan, setelah menerima pelatihan militer tambahan formal di Bogor, menjadi komandan kompi. Ketika Jepang menyerah dan Belanda berusaha untuk membangun kembali kontrol atas Hindia Belanda, unit PETA dan petugas menyediakan kerangka kerja untuk Korps Keamanan Rakyat yang cikal bakal Tentara Nasional Indonesia. Di antara petugas Suharto memperoleh reputasi kepemimpinan mampu dan strategi suara dalam menentang tidak hanya kekuatan militer Belanda, tetapi juga berbagai faksi Bahasa Indonesia - termasuk Komunis dan ekstremis Islam - yang menantang kepemimpinan politik Republik Indonesia embrio. 
kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada bulan Agustus 1945, dan Belanda akhirnya meninggalkan usaha mereka untuk mempertahankan kedaulatan empat tahun kemudian. Negara baru begitu secara geografis sangat luas, beragam budaya, dan ekonomi kurang beruntung bahwa pemerintah di bawah pimpinan pemimpin nasionalis Sukarno kuat mengalami kesulitan mempertahankan norma-norma konstitusional dan prosedur. Tentara pasti datang untuk dilihat sebagai aktor politik penting, lebih-lebih sehingga Sukarno mengumumkan darurat militer pada tahun 1957 dan perjuangan untuk suksesi dipercepat pada awal 1960-an. 
Selama periode ini Soeharto adalah maju melalui jajaran Tentara Nasional Indonesia. Sebagai letnan kolonel ia berpartisipasi pada tahun 1950 dalam sebuah ekspedisi yang berhasil dalam menekan pemberontakan baru mulai di Sulawesi Selatan. Sebagian besar tugas nya jarang komando berada di Jawa Tengah, agak dihapus dari pusat lebih dinamis politik nasional dan administrasi di ibukota, Jakarta. Pada tahun 1957 Soeharto dipromosikan menjadi pangkat kolonel, pada tahun 1960 ia menjadi brigadir jenderal, dan pada tahun 1963, sebagai mayor jenderal, ia menganggap perintah dari Komando Strategis Angkatan Darat. 

Memberikan Kepemimpinan dalam "Orde Baru" 

Meskipun ia tidak sangat terlihat di kalangan elit militer, Suharto telah mengembangkan asosiasi menutup seluruh tentara dan terutama mendukung dan protektif terhadap stafnya. Selain itu, ia pantang menyerah dibudidayakan anti-Komunisme bersama dengan perusahaan ekonomi yang kuat dengan unit tentara di bawah komandonya. Sifat-sifat ini terutama karakteristik dari tentara Indonesia di tahun-tahun menjelang 1965, dan mereka menjadi semakin berhubungan dengan negara di bawah presiden Soeharto. 
Ironisnya, Suharto tidak akan berada dalam posisi pengaruh tersebut apabila penyelenggara dari "Gerakan 30 September" - sebuah upaya kudeta dramatis jika politik bingung - dia telah dianggap cukup penting untuk dimasukkan dalam daftar mereka jenderal yang ditargetkan untuk pelaksanaan . Saat itu enam jenderal diculik dan, baik langsung atau segera setelah itu, dibunuh pada malam tanggal 30 September 1965. Pada jam berikutnya dan hari Suharto menguasai militer di Jakarta dan berhasil digambarkan pembunuhan para jenderal sebagai operasi Partai Komunis Indonesia. Presiden Sukarno, yang berperan dalam kudeta yang disebut tidak jelas, berusaha melindungi Komunis dari pembalasan militer, tetapi Suharto tanpa henti. Pada Maret 1966, Presiden Soekarno manuver menjadi pengalihan kekuasaan eksekutif dengan Suharto. Serangkaian tindakan resmi lebih lanjut, memuncak dalam keputusan 27 Maret 1968, dari Kongres Permusyawaratan Rakyat, diformalkan asumsi Suharto dari kursi kepresidenan. Sukarno, bawah pengawasan yang ketat di istana Bogor, meninggal dunia pada bulan Juni 1970. 

Referensi :
- http://www.wattpad.com/79641-biografi-soeharto 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar