Kamis, 29 September 2011

PERUSAHAAN WAHANA ANCOL

TEORI : LINGKUNGAN EKSTERNAL MIKRO SUATU PERUSAHAAN WAHANA ANCOL 
          
           Berlokasi di Jakarta Utara, Ancol Jakarta Bay City (Ancol) merupakan salah satu tujuan wisata di Indonesia. Objek wisata terus melakukan pengembangan dengan menambah wahana baru. Salah satu wahana yang baru saja dibuka adalah Ice World, sebuah wahana yang membuat pengunjung seakan-akan berada di Kutub Utara dengan suhu di bawah nol derajat memberikan sensasi dingin yang munusuk kulit hingga ke tulang sumsum, membuat tubuh menggigil sementara nafas yang terembus lewat hidung dan mulut menyembur-nyemburkan buih tipis. Dari langit-langit sebuah ruangan seluas 1.200 m2 diguyurkan butiran¬butiran hujan salju yang lembut. Di kiri-kanan ruangan dihiasi pahatan es berbentuk objek Tujuh Keajaiban Dunia karya pemahat Harpin, Cina Utara. Seperti Taj Mahal, Menara Eiffel, Tembok Cina, Candi Borobudur, Patung Liberty. Betul, inilah pemandangan Ice World, wahana baru di Pantai Carnaval, Ancol. “Tahun 2005-2006, selain mengembangkan wahana permainan baru, kami juga merevitalisasi beberapa gelanggang hiburan yang lama,” ujar Sudiro Pramono, Direktur PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk. (PJA) di sela-sela acara public expose perusahaan properti dan pariwisata itu. Asal tahu saja, saat ini di Ancol (dulu disebut Taman Impian Jaya Ancol) memiliki 28 wahana/gelanggang hiburan. Untuk membangun sebuah wahana anyar dibutuhkan nilai investasi minimal Rp 60 miliar. Sementara itu, biaya pembangunan Ice World menyedot dana Rp 250 miliar.
PJA juga merehab sejumlah wahana yang sudah ada, semisal The Lost Kingdom yang merupakan revitalisasi Gelanggang Samudra. Pertunjukan lumba¬lumba diganti dengan wahana 1001 malam. Wahana ini menyajikan banyak seri petualangan yang dilengkapi Pyramidium Theatre empat dimensi. Selain sarat edukasi tentang biota laut, wahana 1001 malam juga menampilkan kejutan spesial efek berupa cipratan air di wajah, embusan angin dan lainnya yang disesuaikan dengan jalan cerita film yang diputar. Wahana yang dibangun dalam kurun Januari 2005-Februari 2006 itu menelan biaya sekitar Rp 90 miliar.
        Adapun Gelanggang Renang direvitalisasi menjadi Athlantic Water Adventures. Di wahana yang menghabiskan modal lebih dari Rp 70 miliar ini, pengunjung dapat menikmati suasana kota kuno Atlantis: mengarungi kedahsyatan taman air, spiral luncur dan kolam arus dengan suasana penuh legenda. Wahana yang mematok tiket masuk Rp 35 ribu/orang itu dioperasionalkan sejak Juli 2005. Tarif wahana Atlantis lebih murah dibandingkan dengan Ice World yang memungut Rp 50 ribu/orang sejak dibuka 23 Desember tahun lalu. Tak sekadar wahana permainan, yang menjadi fokus PJA memoles kecantikan Ancol untuk menyedot pengunjung. Bisnis lahan properti pun ditingkatkan dengan meghadirkan Marina Coast yang lokasinya di pinggir pantai, dekat Puri Marina. Penggarapan kawasan seluas 6 hektare ini sudah rampung dan kini dipasarkan kavling siap huni. Luas kavlingnya dari 300 m2 hingga 1.500 m2 dengan harga Rp 4,5 juta/m2. Total nilai investasi yang dibenamkan Rp 80 miliar dan dilakukan secara bertahap.
       Urusan makanan di Ancol pun dibenahi. Dulu, Ancol identik dengan sajian makanan yang tidak enak dan mahal, kini PJA berusaha menghapus citra negatif itu. Makanya, PJA meluncurkan Jimbaran Cafe & Resto. Pengelolaannya dilakukan PJA bersama beberapa pengusaha kafe dan restoran di Jimbaran, Bali. Resto itu dibangun di atas lahan seluas 3 ribu m2 dengan menghabiskan biaya Rp 3 miliar. Di sana terdiri atas empat bangunan khas Bali berkapasitas 500 kursi dan tempat terbuka di pelataran pantai. Resto ini untuk melengkapi 10 gerai franchise milik PJA (Planet Baso dan Columbus Fried Chicken) dengan menggandeng beberapa franchisee, mampu memberikan kontribusi pemasukan ke PJA Rp 3 miliar selama dua tahun. Selama ini, Ancol juga punya Bandar Jakarta sebagai pusat jajan makanan dengan jumlah pengunjung 2-3 ribu orang/bulan dan perputaran uang di bisnis makanan itu mencapai Rp 40-50 juta/hari.
     Selain merevitalisasi dan membangun proyek-proyek baru, PJA juga melakukan reklamasi pantai seluas 350 ha secara bertahap. Tahap pertama ditargetkan 60 ha (tapi baru selesai 28 ha, jadi sisa 32 ha) diperkirakan menelan dana Rp 100 miliar. “Total belanja modal yang kami anggarkan tahun 2005-2006 senilai Rp 325 miliar,” kata Sudiro. Untuk mendanai proyek-proyek itu PJA akan meminjam ke bank sebesar Rp 250 miliar dan sisanya dari kantong sendiri.
     Pengembangan berbagai proyek Ancol tak luput dari ambisi PJA. “Setelah kami melakukan introspeksi untuk memenangi persaingan, maka Ancol harus melakukan perubahan. Untuk itu kami mendefinisi ulang visi dan misi Ancol ke depan, yakni harus menjadi perusahaan pengembang kawasan wisata serta properti terbaik dan terbesar di Asia Tenggara,” papar Budi Karya Sumadi, Presdir PJA ketika ditemui di kantornya, Cordova Building Lt. 7, Ancol. Di Asia Tenggara, Ancol memang mesti bersaing ketat dengan tempat rekreasi milik negeri jiran: Genting Island, Malaysia dan Sentosa Island, Singapura. Bagi Budi, core competence yang bisa diandalkan Ancol adalah sebagai edutainment centre. Dengan demikian, pihaknya berharap 10 tahun mendatang menjadi Ancol Spectacular. “Tapi kami sadar untuk mencapai itu butuh tatanan¬tatanan, yaitu Ancol Reborn. Tahapannya: Ancol Excellent, setelah itu Ancol Reborn,” imbuh Sarjana Arsitektur dari Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada itu. Dengan cara kerja Ancol selama ini, Budi pesimistis target itu dapat tercapai. akhirnya dilakukanlah evaluasi dan ditemukan 130 milestone. Artinya, selain pekerjaan yang existing masih ada 130 pekerjaan lain yang harus dituntaskan semua karyawan.
       Ternyata hal yang lebih mendasar dilakukan adalah mengubah pola pikir, yakni dari bekerja dengan tenaga menjadi bekerja dengan hati. Maksudnya, dalam bekerja tidak semata-mata mengejar target tugas, tapi juga melibatkan emosi untuk meraih hasil yang optimal. Ada empat pokok milestone yang dilakukan: strategi inisiatif yang berkaitan dengan keuangan; bisnis; SDM; pengembangan SDM itu sendiri. Dan soal SDM menjadi penekanan utama PJA. Menurut Budi, saat ini pengembangan Ancol ibaratnya kurva linier karena pasar Jakarta sudah maksimal pada titik 10-12 juta orang pengunjung/tahun. “Kami hanya mungkin melakukan pengembangan 10%-20%/tahun. Makanya tiga tahun terakhir kami membenahi Ancol dengan memperbaiki acara-acara dan wahananya,” ungkapnya. Tidak sia-sia, jumlah pengunjung pun mengalami kenaikan. Sebelum direhab Ancol rata-rata dikunjungi 700 ribu orang/bulan, tahun 2005 (6 bulan pascarehab) sudah melampaui 1 juta orang/bulan. Ke depan, PJA menargetkan 1,3-2,4 juta orang pengunjung/bulan dalam genggaman.
Membludaknya jumlah pengunjung Ancol otomatis mendongkrak pendapatan PJA. Lihat saja pada acara jelang Tahun Baru 2006, Ancol memecahkan rekor pendapatan terbesar sepanjang sejarah berdirinya pusat hiburan ini. Dalam sehari (31 Desember 2005) jumlah pengunjungnya mencapai 280 ribu dengan keuntungan kotor Rp 5,89 miliar dari penjualan tiket masuk Ancol dan Dunia Fantasi (Dufan). Itu belum termasuk pendapatan nontiket, karcis wahana non-Dufan dan partisipasi sponsor. Padahal, untuk menggelar acara tutup tahun 2005 itu Ancol hanya mengabiskan dana Rp 2 miliar dengan menampilkan penyanyi Iwan Fals, Slank, God Bless plus pesta kembang api.
          Budi mengklaim, periode 2005 kinerja keuangan PJA tidak mengecewakan. Total pendapatan yang dibukukan Rp 650 miliar. Sumber pendapatan terbesar berasal dari sektor properti (30%), karcis Dufan (20%), tiket pintu gerbang (20%), dan sisanya dari wahana lain di dalam kawasan Ancol. Wahana Dufan sepanjang 2005 memberikan kontribusi pendapatan sebesar Rp 120 miliar dan tahun depan diharapkan bertambah menjadi Rp 150 miliar. “Revenue tahun 2006 kami targetkan tumbuh 20% atau sekitar Rp 750 miliar,” imbuh Budi. Adapun pendapatan properti PJA diperoleh dari sewa lahan dan kantor Cordova Building, Apartemen Marina Residence, dan housing Putri Duyung.
           Untunglah, kondisi keuangan PJA tidak besar pasak daripada tiang. Simak saja selama tahun 2005 dengan pendapatan sekitar Rp 650 miliar, pengeluarannya kurang- lebih Rp 440 miliar. Pengeluaran terbesar tahun lalu untuk investasi dua wahana: Atlantis dan The Lost Kingdom, yang mencapai Rp 300 miliar. Sisanya, Rp 110 miliar untuk ongkos operasional dan bayar pegawai sebanyak 1.150 orang. “Sampai saat ini utang kami hanya di Bank DKI senilai Rp 20 miliar,” kata Budi.
Strategi pricing tiket Ancol tidak dilakukan bundling sebagaimana Disneyland di Tokyo, Hong Kong, atau negara lain yang jika dikurskan setara Rp 400 ribu/orang. Itulah sebabnya harga tiket itu dibuat beragam. Katakanlah, untuk tiket masuk gerbang Rp 10 ribu/orang, karcis Dufan Rp 50 ribu/orang pada hari biasa dan hari libur Rp 70 ribu/orang. Harga tiket ini rata-rata naik 10%-20% setiap tahun. Tahun 1985 saat pertama kali Dufan dibuka harga tiketnya Rp 7 ribu/orang dengan tarif pintu gerbang Rp 4 ribu/orang. Namun, di mata masyarakat, harga tiket Ancol masih dianggap kelewat tinggi. “Mestinya tarif tiket Dufan jangan di atas Rp 50 ribu. Kami sebagai orang kecil, termasuk orang-orang di daerah yang memimpikan Ancol hanya bisa gigit jari. Apalagi sekarang biaya hidup mahal, ekonomi makin sulit, sehingga dunia hiburan tidak terjangkau,” keluh Ari Tambih (28 tahun), warga Rawabelong, Jakarta Barat, yang sampai sekarang belum bisa membawa putri semata wayangnya untuk jalan¬jalan ke Ancol.
        Bagi Budi tantangan yang dihadapi tidak saja kritikan soal tarif Ancol yang cuma terjangkau segmen menengah-atas, tapi juga masalah: Jakarta belum menjadi daerah tujuan wisata utama. “Indikasinya, coba perhatikan Sabtu dan Minggu atau hari libur, pasti banyak orang Jakarta yang keluar, entah itu ke Bandung, Bali, bahkan ke luar negeri daripada orang yang datang ke Jakarta,” pria kelahiran Palembang, 18 Desember 1956 ini menguraikan.
Sadar akan pasar Jakarta yang mulai jenuh, PJA tak kehabisan akal. Saat ini pihaknya berencana membiakkan Ancol ke beberapa daerah. Sebut saja Bali, Yogyakarta, dan Kalimantan Timur. “Kami tetap memakai brand Ancol untuk pengembangan di beberapa daerah tersebut,” Budi berujar. Maklumlah, dari total 550 ha lahan yang dikuasai Ancol, sekarang yang masih bisa dikembangkan tinggal 200 ha. Pertimbangan dipilihnya daerah tujuan ekspansi itu: daerah turis dan punya income tinggi. Di Bali, selain banyak dikunjungi wisman dan turis lokal juga banyak bersinggungan dengan dunia internasional, apalagi budaya orang Bali sendiri yang mendukung pariwisata. “Ini membuka peluang kami lebih gampang untuk go international,” ucap Budi dengan nada optimistis.
Budi menjelaskan, di Bali PJA menggandeng Pemda Buleleng guna mengembangkan kawasan 250 ha (50 ha di antaranya untuk properti). Saat ini, mereka sedang berancang-ancang membuat masterplan dengan mengundang Baltimore. Di Pulau Dewata ini juga akan dikembangkan dua pola yang selama ini menjadi andalan PJA: pariwisata dan properti. Yang membedakan, nuansa alami Buleleng lebih ditonjolkan. “Jadi lebih ke rekreasi alam ketimbang teknologi,” tuturnya. Untuk tahap awal, sebanyak 6-8 ekor lumba-lumba Ancol akan dipindahkan ke Buleleng dengan membuat wahana di tepi laut. Investasi awal masih diatasi oleh PJA dan Pemda. Akan tetapi, setelah masterplan rampung, tidak menutup kemungkinan bakal mengundang investor lain. Strategi ini dilakukan sebagaimana pengembangan wahana Sea World di Jakarta dengan sistem built, operate and transfer yang hak kelolanya 20-25 tahun. Dan, yang terbaru pengembangan Ice World melibatkan investor Malaysia dan teknologi dari Cina.
        Seiring dengan pengembangan kawasan Buleleng, PJA bakal merevitalisasi Singaraja termasuk pelabuhannya, pusat sejarah pemerintahan kerajaan Bali masa lampau. Ini akan menjadi ikon baru Bali dan butuh investasi sekitar Rp 500 miliar. Sebagaimana Ancol Jakarta, investasi ini tidak bisa cepat mengalami titik impas. Jadi, sifatnya jangka panjang, memakan waktu sekitar 30 tahun.
Tak puas di Bali, PJA pun merambah Parangtritis dan Samarinda. Luas lahan Parangtritis yang bakal disulap menjadi wisata ala Ancol 200 ha. Untuk Samarinda, luas lahannya 200 ha dipakai area wisata dan 50 ha untuk properti. “Kami bekerja sama dengan Universitas Mulawarman di Samarinda dan sekarang masuk tahap MoU,” Budi menjelaskan. Dan, kreativitas PJA mengepakkan sayap ke beberapa daerah diacungi jempol oleh Taufik. “Ini menarik karena bisa memberikan alternatif destinasi wisata baru,” kata Associate Partner Head MarkPlus Consulting & MarkPlus Research itu. Sayang, ia kurang setuju kalau mereknya tetap memakai embel-embel Ancol lantaran dianggapnya kurang cocok dengan daerah setempat.
Pendeknya, setumpuk rencana pengembangan bisnis PJA, khususnya Ancol telah disiapkan. Katakanlah Pasar Seni Ancol bakal direposisi sebagai laboratorium seni untuk ruang edukasi, apresiasi, implementasi dan aplikasi karya seni. Tahap awal, dipaparkan Budi, PJA akan membangun Ancol Art Academy. Jadi, kalau mau belajar seni lukis, seni tari dan seni musik bisa dilakukan di laboratorium seni Ancol.
“Kami ingin tiap tahun ada gereget baru,” tutur Budi. Untuk itu, pihaknya tidak cepat puas dengan apa yang dicapai sekarang, terutama soal penambahan wahana baru yang lebih atraktif. Kehadiran Ice World akhir 2005, bisa jadi ditambah Ice Skating di tahun 2006. Di kawasan Pantai Carnaval ini juga telah diteken MoU pengembangan area konser, stadion musik berkapasitas 5-6 ribu orang. Pertengahan tahun ini mulai digarap dengan melibatkan investor konsorsium lokal. Nantinya, di sekeliling arena bakal ada mal dan kafe dengan nilai investasi sekitar Rp 400 miliar. Saat ini komposisi kepemilikan saham PJA: Pemda DKI (68%), PT Pembangunan Jaya (17%), dan masyarakat (15%).
        Strategi pemasaran Ancol selain beriklan di media, juga meluncurkan program Kereta Wisata Ancol bekerja sama dengan PT Kereta Api Indonesia pada akhir 2005. Dengan paket ini memudahkan akses warga Bogor, Depok, Bekasi, Serpong dan Tangerang menuju Ancol. Biayanya Rp 19.500-22.500/orang, sudah termasuk tiket masuk dan bus antar-jemput dari stasiun. “Meski Ancol gencar beriklan, saya kok belum terdorong datang ke sana,” ujar Taufik sengit. Baginya, Ancol memang memiliki awareness bagus sebagai tempat rekreasi, tapi lemah dalam pengembangan emotional branding yang terus-menerus membuat orang rindu datang ke sana. Menurutnya, ini kebalikan dari Sentosa Island yang selalu membuat orang ketagihan datang ke Singapura. Apalagi faktor keamanan dan kebersihan di Jakarta, khususnya Ancol, kurang mendukung kampanye pariwisata.



Jumat, 23 September 2011

Kewibawaan Pemimpinan Di Suatu Lembaga


TEORI : MANAJEMEN & PENERAPAN PADA PERUSAHAAN YANG MENDORONG KEKUASAAN
       Dalam kehidupan sehari – hari, baik di lingkungan keluarga, organisasi, perusahaan sampai dengan pemerintahan sering kita dengar sebutan pemimpin, kepemimpinan serta kekuasaan. Ketiga kata tersebut memang memiliki hubungan yang berkaitan satu dengan lainnya.
Beberapa ahli berpandapat tentang Pemimpin, beberapa diantaranya :
· Menurut Drs. H. Malayu S.P. Hasibuan, Pemimpin adalah seseorang dengan wewenang kepemimpinannya mengarahkan bawahannya untuk mengerjakan sebagian dari pekerjaannya dalam mencapai tujuan.
· Menurut Robert Tanembaum, Pemimpin adalah mereka yang menggunakan wewenang formal untuk mengorganisasikan, mengarahkan, mengontrol para bawahan yang bertanggung jawab, supaya semua bagian pekerjaan dikoordinasi demi mencapai tujuan perusahaan.
· Menurut Prof. Maccoby, Pemimpin pertama-tama harus seorang yang mampu menumbuhkan dan mengembangkan segala yang terbaik dalam diri para bawahannya. Pemimpin yang baik untuk masa kini adalah orang yang religius, dalam artian menerima kepercayaan etnis dan moral dari berbagai agama secara kumulatif, kendatipun ia sendiri mungkin menolak ketentuan gaib dan ide ketuhanan yang berlainan.
· Menurut Lao Tzu, Pemimpin yang baik adalah seorang yang membantu mengembangkan orang lain, sehingga akhirnya mereka tidak lagi memerlukan pemimpinnya itu.
· Menurut Davis and Filley, Pemimpin adalah seseorang yang menduduki suatu posisi manajemen atau seseorang yang melakukan suatu pekerjaan memimpin.
· Sedangakn menurut Pancasila, Pemimpin harus bersikap sebagai pengasuh yang mendorong, menuntun, dan membimbing asuhannya. Dengan kata lain, beberapa asas utama dari kepemimpinan Pancasila adalah :
Ing Ngarsa Sung Tuladha : Pemimpin harus mampu dengan sifat dan perbuatannya menjadikan dirinya pola anutan dan ikutan bagi orang – orang yang dipimpinnya.
Ing Madya Mangun Karsa : Pemimpin harus mampu membangkitkan semangat berswakarsa dan berkreasi pada orang – orang yang dibimbingnya.
Tut Wuri Handayani : Pemimpin harus mampu mendorong orang – orang yang diasuhnya berani berjalan di depan dan sanggup bertanggung jawab.
Seorang pemimpin boleh berprestasi tinggi untuk dirinya sendiri, tetapi itu tidak memadai apabila ia tidak berhasil menumbuhkan dan mengembangkan segala yang terbaik dalam diri para bawahannya. Dari begitu banyak definisi mengenai pemimpin, dapat penulis simpulkan bahwa : Pemimpin adalah orang yang mendapat amanah serta memiliki sifat, sikap, dan gaya yang baik untuk mengurus atau mengatur orang lain.
Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk melakukan sesuatu sesuai tujuan bersama. Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Sedangkan kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mau melakukan pap yang diinginkan pihak lainnya.”The art of influencing and directing meaninsuch away to abatain their willing obedience, confidence, respect, and loyal cooperation in order to accomplish the mission”. Kepemimpinan adalah seni untuk mempengaruhidan menggerakkan orang – orang sedemikian rupa untuk memperoleh kepatuhan, kepercayaan, respek, dan kerjasama secara royal untuk menyelesaikan tugas – Field Manual 22-100.
Kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mau melakukan apa yang diinginkan pihak lainnya. Ketiga kata yaitu pemimpin, kepemimpinan serta kekuasaan yang dijelaskan sebelumnya tersebut memiliki keterikatan yang tak dapat dipisahkan. Karena untuk menjadi pemimpin bukan hanya berdasarkan suka satu sama lainnya, tetapi banyak faktor. Pemimpin yang berhasil hendaknya memiliki beberapa kriteria yang tergantung pada sudut pandang atau pendekatan yang digunakan, apakah itu kepribadiannya, keterampilan, bakat, sifat – sifatnya, atau kewenangannya yang dimiliki yang mana nantinya sangat berpengaruh terhadap teori maupun gaya kepemimpinan yang akan diterapkan.
Fungsi pemimpin dalam suatu organisasi tidak dapat dibantah merupakan sesuatu fungsi yang sangat penting bagi keberadaan dan kemajuan organisasi yang bersangkutan. Pada dasarnya fungsi kepemimpinan memiliki 2 aspek yaitu :
Fungsi administrasi, yakni mengadakan formulasi kebijaksanakan administrasi dan menyediakan fasilitasnya.
Fungsi sebagai Top Mnajemen, yakni mengadakan planning, organizing, staffing, directing, commanding, controling, dsb.
II.2 TEORI KEPEMIMPINAN
Memahami teori-teori kepemimpinan sangat besar artinya untuk mengkaji sejauh mana kepemimpinan dalam suatu organisasi telah dapat dilaksanakan secara efektif serta menunjang kepada produktifitas organisasi secara keseluruhan. Dalam karya tulis ini akan dibahas tentang teori dan gaya kepemimpinan.

Seorang pemimpin harus mengerti tentang teori kepemimpinan agar nantinya mempunyai referensi dalam menjalankan sebuah organisasi. Beberapa teori tentang kepemimpinan antara lain :
Ø Teori Kepemimpinan Sifat ( Trait Theory )
Analisis ilmiah tentang kepemimpinan berangkat dari pemusatan perhatian pemimpin itu sendiri. Teori sifat berkembang pertama kali di Yunani Kuno dan Romawi yang beranggapan bahwa pemimpin itu dilahirkan, bukan diciptakan yang kemudian teori ini dikenal dengan ”The Greatma Theory”. Dalam perkembanganya, teori ini mendapat pengaruh dari aliran perilaku pemikir psikologi yang berpandangan bahwa sifat – sifat kepemimpinan tidak seluruhnya dilahirkan akan tetapi juga dapat dicapai melalui pendidikan dan pengalaman. Sifat – sifat itu antara lain : sifat fisik, mental, dan kepribadian.
Keith Devis merumuskan 4 sifat umum yang berpengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi, antara lain :
Kecerdasan
Berdasarkan hasil penelitian, pemimpin yang mempunyai kecerdasan yang tinggi di atas kecerdasan rata – rata dari pengikutnya akan mempunyai kesempatan berhasil yang lebih tinggi pula. Karena pemimpin pada umumnya memiliki tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengikutnya.
Kedewasaan dan Keluasan Hubungan Sosial
Umumnya di dalam melakukan interaksi sosial dengan lingkungan internal maupun eksternal, seorang pemimpin yang berhasil mempunyai emosi yang matang dan stabil. Hal ini membuat pemimpin tidak mudah panik dan goyah dalam mempertahankan pendirian yang diyakini kebenarannya.
Motivasi Diri dan Dorongan Berprestasi
Seorang pemimpin yang berhasil umumnya memiliki motivasi diri yang tinggi serta dorongan untuk berprestasi. Dorongan yang kuat ini kemudian tercermin pada kinerja yang optimal, efektif dan efisien.
Sikap Hubungan Kemanusiaan
Adanya pengakuan terhadap harga diri dan kehormatan sehingga para pengikutnya mampu berpihak kepadanya
Ø Teori Kepemimpinan Perilaku dan Situasi
Berdasarkan penelitian, perilaku seorang pemimpin yang mendasarkan teori ini memiliki kecendrungan kearah 2 hal.
*Pertama yang disebut dengan Konsiderasi yaitu kecendrungan seorang pemimpin yang menggambarkan hubungan akrab dengan bawahan. Contoh gejala yang ada dalam hal ini seperti : membela bawahan, memberi masukan kepada bawahan dan bersedia berkonsultasi dengan bawahan.
*Kedua disebut Struktur Inisiasi yaitu Kecendrungan seorang pemimpin yang memberikan batasan kepada bawahan. Contoh yang dapat dilihat , bawahan mendapat instruksi dalam pelaksanaan tugas, kapan, bagaimana pekerjaan dilakukan, dan hasil yang akan dicapai.
Jadi, berdasarkan teori ini, seorang pemimpin yang baik adalah bagaimana seorang pemimpin yang memiliki perhatian yang tinggi kepada bawahan dan terhadap hasil yang tinggi pula.
Ø Teori Kewibawaan Pemimpin
Kewibawaan merupakan faktor penting dalam kehidupan kepemimpinan, sebab dengan faktor itu seorang pemimpin akan dapat mempengaruhi perilaku orang lain baik secara perorangan maupun kelompok sehingga orang tersebut bersedia untuk melakukan apa yang dikehendaki oleh pemimpin.
Ø Teori Kepemimpinan Situasi
Seorang pemimpin harus merupakan seorang pendiagnosa yang baik dan harus bersifat fleksibel, sesuai dengan perkembangan dan tingkat kedewasaan bawahan.
Ø Teori Kelompok
Agar tujuan kelompok (organisasi) dapat tercapai, harus ada pertukaran yang positif antara pemimpin dengan pengikutnya.
  Dari adanya berbagai teori kepemimpinan di atas, dapat diketahui bahwa teori kepemimpinan tertentu akan sangat mempengaruhi gaya kepemimpinan (Leadership Style), yakni pemimpin yang menjalankan fungsi kepemimpinannya dengan segenap filsafat, keterampilan dan sikapnya. Gaya kepemimpinan adalah cara seorang pemimpan bersikap, berkomunikasi, dan berinteraksi dengan orang lain dalam mempengaruhi orang untuk melakukan sesuatu.Gaya tersebut bisa berbeda – beda atas dasar motivasi , kuasa ataupun orientasi terhadap tugas atau orang tertentu. Diantara beberapa gaya kepemimpinan, terdapat pemimpin yang positif dan negatif, dimana perbedaan itu didasarkan pada cara dan upaya mereka memotivasi karyawan. Apabila pendekatan dalam pemberian motivasi ditekankan pada imbalan atau reward (baik ekonomis maupun nonekonomis) berartitelah digunakan gaya kepemimpinan yang positif. Sebaliknya jika pendekatannya menekankan pada hukuman atau punishment, berarti dia menerapkan gaya kepemimpinan negatif. Pendekatan kedua ini dapat menghasilakan prestasi yang diterima dalam banyak situasi, tetapi menimbulkan kerugian manusiawi.

Ditengah – tengah dinamika organisasi (yang antara lain diindikasikan oleh adanya perilaku staf / individu yang berbeda – beda), maka untuk mencapai efektivitas organisasi, penerapan keempat gaya kepemimpinan diatas perlu disesuaikan dengan tuntutan keadaan. Inilah yang dimaksud dengan situasional lesdership,sebagaimana telah disinggung di atas. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa untuk dapat mengembangkan gaya kepemimpinan situasional ini, seseorang perlu memiliki tiga kemampuan khusus yakni :
Kemampuan analitis (analytical skills) yakni kemampuan untuk menilai tingkat pengalaman dan motivasi bawahan dalam melaksanakan tugas.
Kemampuan untuk fleksibel (flexibility atau adaptability skills) yaitu kemampuan untuk menerapkan gaya kepemimpinan yang paling tepat berdasarkan analisa terhadap situasi.
Kemampuan berkomunikasi (communication skills) yakni kemampuan untuk menjelaskan kepada bawahan tentang perubahan gaya kepemimpinan yang kita terapkan.

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan(CRS) Di Indonesia

TEORI : TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN (CSR)
              " CSR adalah merupakan suatu komitmen berkelanjutan oleh dunia usaha untuk bertindak etis dan memberikan kontribusi kepada pengembangan ekonomi dari komunitas setempat ataupun masyarakat luas, bersamaan dengan peningkatan taraf hidup pekerjanya beserta seluruh keluarganya".
              Hal ini yang menjadi perhatian terbesar dari peran perusahaan dalam masyarakat telah ditingkatkan yaitu dengan peningkatan kepekaan dan kepedulian terhadap lingkungan dan masalah etika. Masalah seperti perusakan lingkungan, perlakuan tidak layak terhadap karyawan, dan cacat produksi yang mengakibatkan ketidak nya manan ataupun bahaya bagi konsumen adalah menjadi berita utama surat kabarPeraturan pemerintah pada beberapa negara mengenai lingkungan hidup dan permasalahan sosial semakin tegas, juga standar danhukum seringkali dibuat hingga melampaui batas kewenangan negara pembuat peraturan (misalnya peraturan yang dibuat oleh Uni Eropa. Beberapa investor dan perusahaammanajemen investasi telah mulai memperhatikan kebijakan CSR dari Surat perusahaan dalam membuat keputusan investasi mereka, sebuah praktek yang dikenal sebagai "Investasi bertanggung jawab sosial" (socially responsible investing).
       Kepedulian kepada masyarakat sekitar/relasi komunitas dapat diartikan sangat luas, namun secara singkat dapat dimengerti sebagai peningkatan partisipasi dan posisi organisasi di dalam sebuah komunitas melalui berbagai upaya kemaslahatan bersama bagi organisasi dan komunitas. CSR adalah bukan hanya sekedar kegiatan amal, di mana CSR mengharuskan suatu perusahaan dalam pengambilan keputusannya agar dengan sungguh-sungguh memperhitungkan akibat terhadap seluruh pemangku kepentingan(stakeholder) perusahaan, termasuk lingkungan hidup. Hal ini mengharuskan perusahaan untuk membuat keseimbangan antara kepentingan beragam pemangku kepentingan eksternal dengan kepentingan pemegang saham, yang merupakan salah satu pemangku kepentingan internal.
     "dunia bisnis, selama setengah abad terakhir, telah menjelma menjadi institusi paling berkuasa diatas planet ini. Institusi yang dominan di masyarakat manapun harus mengambil tanggung jawab untuk kepentingan bersama....setiap keputusan yang dibuat, setiap tindakan yang diambil haruslah dilihat dalam kerangka tanggung jawab tersebut

        Skala dan sifat keuntungan dari CSR untuk suatu organisasi dapat berbeda-beda tergantung dari sifat perusahaan tersebut. Banyak pihak berpendapat bahwa amat sulit untuk mengukur kinerja CSR, walaupun sesungguhnya cukup banyak literatur yang memuat tentang cara mengukurnya. Literatur tersebut misalnya metode "Empat belas poin balanced scorecard olehDeming. Literatur lain misalnya Orlizty, Schmidt, dan Rynes[3] yang menemukan suatu korelasi positif walaupun lemah antara kinerja sosial dan lingkungan hidup dengan kinerja keuangan perusahaan. Kebanyakan penelitian yang mengaitkan antara kinerja CSR (corporate social performance) dengan kinerja finansial perusahaan (corporate financial performance) memang menunjukkan kecenderungan positif, namun kesepakatan mengenai bagaimana CSR diukur belumlah lagi tercapai. Mungkin, kesepakatan para pemangku kepentingan global yang mendefinisikan berbagai subjek inti (core subject) dalam ISO 26000 Guidance on Social Responsibility--direncanakan terbit pada September 2010--akan lebih memudahkan perusahaan untuk menurunkan isu-isu di setiap subjek inti dalam standar tersebut menjadi alat ukur keberhasilan CSR.
Hasil Survey "The Millenium Poll on CSR" (1999) yang dilakukan oleh Environics International (Toronto), Conference Board (New York) dan Prince of Wales Business Leader Forum (London) di antara 25.000 responden dari 23 negara menunjukkan bahwa dalam membentuk opini tentang perusahaan, 60% mengatakan bahwa etika bisnis, praktik terhadap karyawan, dampak terhadap lingkungan, yang merupakan bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) akan paling berperan. Sedangkan bagi 40% lainnya, citra perusahaan & brand image-lah yang akan paling memengaruhi kesan mereka. Hanya 1/3 yang mendasari opininya atas faktor-faktor bisnis fundamental seperti faktor finansial, ukuran perusahaan,strategi perusahaan, atau manajemen.
Lebih lanjut, sikap konsumen terhadap perusahaan yang dinilai tidak melakukan CSR adalah ingin "menghukum" (40%) dan 50% tidak akan membeli produk dari perusahaan yang bersangkutan dan/atau bicara kepada orang lain tentang kekurangan perusahaan tersebut.


http://id.wikipedia.org/wiki/Tanggung_jawab_sosial_perusahaan